Rabu, 15 Desember 2010

Ada Berapa Alasan Kita Menjaga Kelestarian Terumbu Karang ..?


Sejak umur 4 tahun, saya sudah terbiasa melaut bersama beberapa saudara sepupu. Pantai di depan rumah ibu, di Namano, Amahei, Maluku adalah tempat istimewa. Pasir putih dengan lindungan hutan mangrove memanjang adalah ciri khas tempat itu. Tiap kali pulang sekolah, waktu masih TK, jam 10 pagi, sambil menunggu jemputan ayah, jam 1 siang, saya menghabiskan waktu di pantai sambil memancing. Peralatan pancing sederhana yang dibuat oleh Tete (kakek) Pinu, adik dari ayahnya ibu. Tete Pinu secara fisik lumpuh kedua kakinya, tetapi memiliki banyak kelebihan. Coba saja tanyakan orang tua di Amahei sampai Masohi, sekitar tahun 1980-an, siapa yang paling jago potong rambut di sana. Pasti dibilang Tete Pinu. Atau, siapa yang paling jago membuat dan memainkan suling bambu di sana, pasti Tete Pinu (karena Tete Hendrik, kakaknya sudah lebih dulu tiada). Ia juga ahli menjahit jala dan jaring serta membuat joran sederhana buat alat pancing saya.

Dengan berbekal umpan kumang, saya bersama beberapa saudara sepupu yang rata-rata berumur di bawah 10 tahun menuju tempat pemancingan kesukaan kami di pantai Namano. Tempat itu adalah sebuah kolam, berjarak sekitar 100 meter dari bibir pantai (pantai di sana landai saja), bekas bom pasukan sekutu. Dengan tinggi air sampai di dada kami yang masih kecil, joran pancing dihentakkan, umpan untuk menggoda ikan dari kumang yang banyak terdapat di pinggir pantai pun terlempar ke arah yang kami suka. Tidak harus menunggu terlalu lama, ketika umpan kumang hampir mencapai dasar laut, pasti sudah disambar ikan. Selalu saja ikan Tatu (ayam-ayam), Ciori, Sikuda, Salmaneti, Ana Bubara, bahkan Saku Kecil dapat kami bawa pulang setiap hari. Tentu saja ikan di situ begitu banyak karena terumbu karang masih sangat banyak. Kalau ada waktu luang, kami menghabiskan waktu menyelam sambil menikmati indahnya karang-karang serta penghuninya. Sampai kelas 6 SD, saya selalu menghabiskan waktu di laut kami tiap hari. Laut yang memberi penghidupan dan tentu saja kesenangan.

Itu adalah cerita sebelum tahun 1990-an. Seiring waktu, terumbu karang di laut kami itu mulai rusak karena beberapa orang yang tidak bertanggung jawab melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan racun ikan.

Pada tahun 1996, saya melanjutkan studi di Ambon, hanya sesekali saja pulang ke kampung. Tetapi keadaannya sudah tidak seperti dulu lagi. Oleh karena terumbu karang di depan kampung kami sudah sedikit rusak, kalau mau mendapat ikan yang seperti dulu, harus menunggu lama atau memancing dengan menggunakan perahu. Apalagi anak-anak muda di kampung kami sudah tidak menjadikan lautan sebagai tempat bermain mereka lagi. Waktu itu, Play Station adalah hiburan yang membuat mereka tidak lagi bergaul dengan laut. Beruntung saja pada tahun 1999 terjadi konflik di Maluku yang juga berimbas ke kampung kami sehingga orang-orang yang suka membom ikan itu tidak berani menginjakkan kaki mereka ke laut kami lagi. Sepuluh tahun dari waktu itu, saya berharap terumbu karang kami kembali lagi seperti sedia kala karena orang-orang di negeri sangat membutuhkannya.

Terkait pelestarian terumbu karang, tentu saja itu adalah tanggung jawab kita bersama. Tanggung jawab moral untuk melindungi seluruh ciptaan Tuhan semampu kita. Tanggung jawab bersama untuk mewariskan bumi yang tidak rusak kepada generasi mendatang.

Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan, mengapa sampai terumbu karang penting dijaga kelestariannya. Umumnya ada tiga alasan, yaitu alasan sumber pangan, pariwisata dan alasan pemanasan global. Terumbu karang yang terjaga kelestariannya dapat menjadi tempat hidup ikan-ikan karang dan hewan-hewan laut lainnya. Di mana ada ikan-ikan kecil, pasti ada ikan-ikan sedang dan sebagainya. Terumbu karang adalah rumah yang ideal bagi ikan sebagai sumber protein orang Maluku. Terumbu karang yang lestari dapat menjadi obyek pariwisata menarik. Orang-orang akan berbondong-bondong menikmatinya sehingga penat setelah sibuk bekerja menjadi hilang. Terumbu karang juga membantu menyerap CO2 yang terkandung di dalam air. Menurut penelitian terbaru, CO2 di dalam air laut lebih banyak daripada yang ada di udara. CO2 itu tenggelam ke lapisan terbawah air dan dapat diserap oleh terumbu karang. Apabila tidak ada terumbu karang, CO2 itu akan tetap ada di dalam kandungan air laut dan apabila aliran air tidak beraturan, maka CO2 itu akan terangkat ke permukaan laut dan dilepaskan kembali ke udara.

Ada alasan terbaru bagi kita untuk tetap menjaga kelestarian terumbu karang. Itu adalah alasan kesehatan. Menurut penelitian terbaru DNA terumbu karang memiliki kesamaan dengan manusia mencapai 70%. DNA yang sama itu mencakup sejumlah DNA yang umumnya terkait dengan penyakit dan kanker. Hal itu tentu saja membuka peluang bagi adanya terobosan dalam penelitian sel dan upaya mengatasi kanker.

Dengan alasan-alasan yang logis di atas, masihkah kita tidak peduli dengan terumbu karang di lautan kita? Mari peduli dengan tidak merusak dengan cara apapun, demi alasan apapun.

Sumber: Vivanews

Nyanyian Jemaat GPM No. 36. "Saat Ini"