Senin, 06 Juni 2011

My Trip: Jalan-Jalan ke Tobati - Injros - Jayapura

Hari Minggu pagi, 5 Juni 2011, kakak ipar bilang kepada saya kalau ada acara peneguhan Majelis Jemaat di Injros. Salah seorang saudara sepupunya diteguhkan untuk menjadi syamas dan mereka sangat mengharapkan kehadiran keluarga. Wah ... pengalaman yang baru nieh, jalan-jalan ke Tobati - Injros, Jayapura. Maklumlah, sudah sejak 2005 saya tinggal di Jayapura, belum pernah sekalipun menginjakan kaki di atas rumah-rumah papan yang ditopang tiang-tiang pancang kokoh di kedua kampung itu.

Memang sieehhh .... tiap hari kedua kampung itu bisa dilihat dari jalan raya antara Abepura - Jayapura, lebih tepatnya dari atas jalan raya Skyland, tetapi untuk ke sana, sampai dengan tanggal 5 Juni 2011, saya belum pernah. Lebih jelasnya, letak Kampung Tobati dan Injros dari atas jalan Skyland dapat dilihat pada foto di sebelah (foto ini diambil tahun 2006, jadi masih gondrong dan sedikit culun) di tepi jalan (bukan bunga ya ...).

Oleh karena ingin menghadiri peneguhan Majelis Jemaat, maka dengan segera saya bersiap untuk berangkat. Saya tahu bahwa jam 9 pagi, ibadah peneguhan sudah dimulai. Untuk itu, sebelum jam 9, saya bersama dengan kakak ipar laki-laki telah berangkat menuju pantai Hamadi untuk menuju ke Tobati sambil menunggu keluarga yang lain berangkat ke Injros. Jarak antara Kampung Tobati dengan Injros tidak terlalu jauh, seperti yang terlihat pada latar belakang foto di atas. Mungkin sekitar 10 menit menyeberang dengan perahu motor, kita sudah bisa tiba di sana.

Tiba di pantai Hamadi, saya disuguhi dengan pemandangan hutan bakau yang cukup lebat. Jadi teringat kampung halaman di Amahei sana, di mana hutan bakau menjadi tempat bermain dan belajar mencari hidup saat kecil.

Masih dalam kekaguman akan suasana itu, ternyata kami sudah ditunggu oleh keluarga yang menjemput tepat di dermaga baru yang dibangun sebagai jalan lingkar Jayapura. Dalam hati .. "Wahhh ... sepertinya akan menjadi jalan yang cukup megah di Papua nieheee .... ".

Dengan segera bunyi motor mengagetkanku agar naik ke dalam perahu karena akan berangkat. Sambil menyusuri kanal yang dibuat di pinggir jembatan itu, kami menuju ke Kampung Tobati, ke rumah salah satu keluarga dari kakak ipar. Marga dari keluarga itu adalah Hamadi, sama dengan nama daerah di wilayah Jayapura adalah Hamadi. Rupa-rupanya tempat yang bernama Hamadi itu adalah wilayah yang sebagian besar dimiliki oleh Suku Hamadi dari Tobati.

Hampir 10 menit perjalanan menyusuri hutan bakau, akhirnya kami tiba di Kampung Tobati. Di sisi Kampung Tobati, telah terpancang tiang-tiang beton yang akan menyangga jembatan penghubung dari Pantai Hamadi ke arah Abepura. Menurut cerita mereka yang tahu tentang rencana itu, Jembatan tersebut akan mengarah ke pantai di bawah Vihara, tepatnya di pertigaan jalan ke arah Abepura, Jayapura dan Tanah Hitam.

Setelah sempat singgah sebentar di Tobati, kami melanjutkan perjalanan ke Injros. Ada satu pemandangan yang menarik perhatian saya. Kalau dilihat dari jauh, seperti tiang menara lonceng gereja yang sangat besar di Kampung Injros. Waw .... kampung yang berada di tengah laut punya menara lonceng yang begitu megah. Rasa penasaran sedikit ditahan membuat saya tidak langsung bertanya kepada ipar atau kerabatnya. Ketika kami perlahan-lahan meninggalkan Tobati menuju ke Injros, pemandangan itu semakin jelas di mata. Akhirnya saya sadar bahwa itu bukanlah bagian dari satu gedung gereja, tetapi adalah tugu peringatan masuknya Injil ke kampung Injros. Memang, tugu itu berdiri dengan megahnya di daratan yang cuma sedikit di sana.

Jam di tangan telah menunjukkan pukul 10.30 ketika perahu motor kami merapat di depan rumah kerabat dari Ipar di Kampung Injros. Ibadah belum dimulai waktu itu. Dengan segera kami bergegas menuju gereja untuk mengikuti ibadah sekaligus peneguhan Majelis Jemaat yang baru. Hmmmm .... gereja yang sungguh megah, terbuat dari beton di atas timbunan tanah di tengah laut. Gereja itu dikelilingi oleh rumah-rumah penduduk yang berdiri di atas tiang pancang alias rumah gantung. Dalam hati saya sempat memuji ketekunan mereka membangun gereja di tengah laut seperti itu. Sayangnya, karena keasyikan menikmati suasana dan juga makanan hasil laut dari Injros, saya lupa mengambil gambar posisi gereja tersebut. Tetapi suatu waktu pasti saya akan kembali untuk mengambilnya. Hal yang cukup menarik perhatian saya adalah di Jemaat GKI Abara Injros ada juga kelompok belajar yang dibentuk oleh Jemaat.

Puas menikmati makanan laut yang segar di sana (saya menghabiskan seekor kepiting bakau yang besar, 5 tusuk sate kerang, seekor ikan bakar, nasi secukupnya ... sangat kenyang). Kami menikmati semilir angin laut dan aroma lumpur keras yang mulai bermunculan karena surutnya air laut. Saya mendapat pemandangan baru ketika air laut sudah benar-benar surut dan meninggalkan sebidang tanah lumpur keras di tengah-tengah Kampung Injros. Sambil menikmati pemandangan alam yang luar biasa, satu per satu pemuda turun ke tengah-tengah tempat kering itu sambil membawa bola. Ya, mereka berlatih dan bermain bola di tengah-tengah daratan kering itu. Hal itu dilakukan setiap air laut surut pada sore hari. Ketika air kembali pasang, mereka kembali naik ke rumah-rumah gantung.

Ternyata air pasang begitu lama dan gelap hampir tiba. Kami harus kembali ke Tobati kemudian ke Pantai Hamadi dan pulang ke Abepura. Kami pun memutuskan untuk segera berangkat dengan catatan perahu motor yang kami tumpangi akan menunggu di ujung jembatan kayu di mana air laut masih sedikit dalam dan dapat dilewati. Dalam perjalanan pulang itu, pemandangan menarik juga ditemui ketika saya memandang ke arah Kampung Tobati. Gedung gereja di Kampung Tobati ternyata menjadi objek sempurna dalam indra penglihatan saya ketika dilihat dari tengah laut. Dengan latar depan rumah-rumah penduduk Tobati yang terbuat dari papan dan berdiri di atas tiang-tiang pancang, gedung gereja itu berdiri di salah satu pulau karang kecil dengan indahnya. Wawww .... pilihan tempat yang sangat strategis (menurut saya sieh .... ).

Dalam sehari perjalanan, ternyata ada banyak hal yang dapat direfleksikan dan diekspresikan. Ini mungkin hanya cerita biasa tentang perjalanan biasa, tetapi tak ada salahnya bila cerita ini dibagikan. Ada hal-hal indah di sekeliling kita, tinggal kita mau memaknainya dan menjadikannya pengalaman berharga dalam kehidupan. Tetapi ada juga hal-hal yang tidak indah di sekeliling kita. Pemaknaan terhadapnya pun perlu dilakukan agar kita mendapat pelajaran berharga. Tiap saat, tiap waktu adalah saat dan waktu belajar.


bersambung ......

Tidak ada komentar:

Nyanyian Jemaat GPM No. 36. "Saat Ini"