Ask not what your country can do for you - ask what you can do for your country.
Jangan tanyakan apa yang telah negaramu berikan untukmu, tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan untuk negaramu.
(John Fitzgerald Kennedy)
Penggalan kelimat di atas adalah bagian yang begitu terkenal . . . .
dalam pidato J.F.K. yang menariknya, balagu.com menjadikannya sebagai topik diskusi minggu ini. Namun sampai saat postingan ini ditulis, sepertinya beberapa orang yang memberikan komentar dalam diskusi tersebut tidak begitu tertarik dengan topik ini.
Kembali pada bagian dari pidato J.F.K yang begitu populer itu, tidak disangkal lagi sangat sarat muatan politisnya yang kemudian mengarahkan pada semacam nasionalisme. Masalahnya adalah ketika hal itu dinyatakan dalam konteks Indonesia, nasionalisme keIndonesiaan pun belum sepenuhnya terdefinisi. Apakah nasionalisme itu semacam cinta akan Indonesia dengan segala keragamannya ataukah nasionalisme itu semacam keinginan menyatukan keragaman itu? Apakah nasionalisme itu juga menjadi hak orang kecil dan terpinggirkan ataukah nasionalisme itu hanya hak eksklusif kaum elite saja?
Dengan gagalnya bangsa ini mendefinisikan nasionalisme, maka pertanyaan bahwa apa yang telah kita berikan kepada negara cukup sulit untuk dijawab walaupun ada yang dengan santai akan mengatakan bahwa dengan belajar, bekerja, tidak terlibat narkoba, dll. Pertanyaan saya adalah apakah itu dilakukan untuk negara ini ataukah untuk diri pribadi atau golongan?
Dalam menyikapi hal itu, menurut saya, sebaiknya ada keseimbangan. Kita memberikan yang cukup untuk negara dan sebaliknya negara mesti memberikan yang cukup kepada kita sebagai warga negara.
Saya mencoba untuk menjadi rasional dalam hal ini. Artinya, ketika saya bekerja demi dan untuk negara, maka saya akan memperoleh sesuatu dari negara juga. Begitu pula ketika saya bekerja dan memberikan sesuatu kepada Maluku, maka Maluku pun harus memberikan sesuatu kepada saya.
Pertanyaan akan kembali mencuat, apa representasi negara atau Maluku yang dapat dimintakan imbal balik? Pemerintah.
Coba kita pikirkan saja kasus-kasus menyangkut pembangunan sampai pada hubungan antar sesama "anak bangsa". Apakah kita belum memberikan yang cukup kepada negara sehingga pemerintah yang secara politis administratif merepresentasikan negara kurang memperhatikan kita di Indonesia Timur khususnya Maluku? Apakah ada anak bangsa yang kurang memberi bagi negara selain menyumbang kemiskinan dan kepapaannya saja dan akhirnya dianggap sebagai beban negara? Tidak pernah ada orang miskin di negara ini bila gagasan awal berbangsa dan bernegara kita diterapkan dengan baik oleh pemerintah.
Jadi, siapa yang harus memberi dan siapa yang harus menerima? Jangan-jangan gagasan yang diambil dari pidato J.F.K. itu hanyalah slogan dan pemanis mulut belaka? Adakah di antara kita yang mau bekerja tanpa dibayar?
Tanpa harus berpanjang lebar, saya hanya mau menyampaikan salah satu cara memberi pada negara adalah "berbagi dengan sesama". Ketika kita berbagi dengan sesama anak bangsa, maka yang kaya tidak akan berkelebihan dan yang miskin tidak akan berkekurangan.
Kalaupun dalam kitab suci orang Kristen, ditulis bahwa Yesus pernah mengatakan: "Apapun yang kamu kerjakan bagi orang-orang yang hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku", maka dalam konteks merefleksikan keberadaan kita sebagai warga bangsa dan negara juga warga Maluku, saya mau mengatakan bahwa apapun yang kita kerjakan dan bagikan dengan sesama kita, maka kita telah mengerjakan bagian kita sebagai warga negara.
Ada hal yang patut kita renungkan dari cara praktis dalam kehidupan setiap hari yaitu bagaimana kita di Maluku menghitung satu sampai lima dengan menggunakan jari tangan. Kita akan mulai menghitung dalam keadaan jari-jari tangan terkatup kemudian membukanya satu per satu saat menghitung. Apa artinya itu? Ternyata dari cara menghitung dengan jari tangan saja, kita merupakan orang-orang yang suka memberi, mengeluarkan berkat-berkat yang diberikan kepada kita dan membagikannya kepada orang lain. Kalaupun ada yang menghitung mulai dengan membuka jari kemudian mengatupkannya satu per satu, bukan berarti mereka itu suka mengambil tanpa memberi.
Jadi, orang Maluku sebenarnya suka memberi. Artinya, orang Maluku telah berbuat banyak kepada negara ini.
Beta pribadi seng minta lebe dari akang negara ni.... Tapi beta jua harap, negara tau diri deng katong warga negara ni.... Jang sampe aer su sampe di leher, ada bagoyang sadiki lalu sudah mulai kasih cap separatis, bajalang tembak kiri kanan seng perlu for cari akar masalah.
Indonesia ini akan tetap ada sampai kapan pun. Dia mau bertambah atau mau berkurang. Dia mau lebih luas atau lebih kecil, dia akan tetap ada.
Ok, horomate par basudara samua
Lawamena Haulala
maju tarus biar mandi-mandi darah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar